Review Buku: Hujan Bulan Juni
Books and Movies

Review Buku: Hujan Bulan Juni

Rahma Safira – Hujan Bulan Juni, karya Sapardi Djoko Damono terlahir pertama kali dalam bentuk puisi pada tahun 1994. Kemudian menjadi lagu, komik, dan lalu terlahir dalam wujud novel. Tidak lama setelah itu muncul juga sebagai Film. Film rilis pada November 2017. Sedangkan cetakan pertama novelnya pada Juni 2015. Setelah novel meluncur, langsung ada yang meminangnya untuk dijadikan film.

Awalnya aku mencari buku puisi Hujan Bulan Juni. Tapi ternyata yang kutemukan di toko buku malah versi novelnya. Jadi aku membaca novel ini sebelum buku puisinya yang sudah lebih dulu tenar.

Pikirku, ah tak apalah. Tak ada buku puisi, versi novelnya pun jadi. Aku pikir pasti ada hubungannya dengan karya-karya sebelumnya.

Aku sadari bahwa ternyata aku membaca novel ini dari cetakan ke-17 setelah novel ini kubaca lewat dari setengahnya. Waw sekali. Dari Juni 2015-Juni 2019 sudah 17 kali cetak.

Novel ini judulnya Hujan Bulan Juni. Dari penjelasannya di bagian awal bahwa tidak mungkin ada hujan di Bulan Juni. Itu teori. Karena Juni kan musim kering. Artinya sesuatu hal yang tidak lazim. Tidak mungkin, itulah frasa yang lebih cocok sepertinya. Apalagi saat karya tersebut baru dilahirkan tahun 1994. Saat itu mungkin kondisi iklim masih stabil. Tidak banyak keanehan seperti sekarang, yang terkadang saat waktunya musim panas, tapi masih ada hujan. Sehingga jadwal kemarau dan hujan masih dalam posisinya yang rutin. Sedangkan sekarang bisa kita temukan juga hujan di bulan Juni.

Karena terlahir dari puisi, dan karena faktor penulisnya juga yang sangat sastra sekali, bahasa-bahasa di novel ini juga cukup berat menurutku. Sangat sastra.

Kesanku dari novel ini sejak awal adalah ini novel berkualitas, mahal. Novel tipis dengan harga yang mahal tapi cover bukunya memang sangat artistik. Menggambarkan tetes air hujan yang membuat tinta tulisan memudar. Ini novel paling tipis yang pernah kubaca.

Bercerita tentang dua hati

Novel ini menceritakan tentang dua hati yang saling terikat, yakni antara Sarwono dan Pingkan.

Sarwono yang asli Jawa dan Pingkan yang punya darah Jawa juga Menado. Pingkan bingung menentukan dirinya itu sebenarnya orang mana. Tanpa bingung-bingung Sarwono jawab ya Indonesia Raya.

Belakangan diketahui mengapa Pingkan terus mengaku Jawa, karena orang Jawa punya penilaian sendiri dan menilai bahwa orang Jawa itu lebih tinggi. Beda dengan wong sabrang. Hal tu juga yang mengganggu Sarwono. Kekhawatiran bahwa Pingkan itu bukan Jawa.

Novel ini memiliki alurmundur. Bab pertama mengisahkan saat Sarwono sudah berpisah dengan perempuan idamannya karena harus pergi ke negeri matahari terbit. Sarwono menjalani aktifitas yang cukup padat sepeninggal Pingkan. Ia juga mengalami gangguan kesehatan yang sudah lama diderita. Lebih khususnya ini bercerita tentang pembuatan puisinya Sarwono yang sedikit berbeda. Ia tidak ingin puisi yang dibuatnya itu hilang begitu saja.

Bab kedua adalah cerita panjang dan dalam tentang Sarwono dan Pingkan. Sarwono adalah sahabat dekatnya Toar, Kakak Pingkan. Sarwono dan Pingkan diam-diam memang saling menyukai. Keluarga inti Pingkan untungnya “welcome” kepada Sarwono. Hanya saja ada sedikit masalah dengan keluarga Pingkan yang di Menado. Cerita mereka sering dikait-kaitkan dengan kisah lokal daerah asal mereka. Bagian ini juga bercerita tentang perbedaan yang nyata antara Pingkan dan Sarwono. Pingkan Menado yang katanya kalau sehabis natal pasti ada acara orang jalan terhuyung-huyung kemudian berakhir di selokan. Sementara di Gorontalo tidak ada, begitu kata Benny, sepupu Pingkan. Sarwono sendiri masih suka Sholat Jumat.

Bab ketiga bercerita tentang aktifitas Sarwono setelah ditinggal Pingkan. Beda dengan bagian pertama, karena dibagian ini juga diceritakan tentang Pingkan yang sedang di Jepang. Ia masih juga mengingat Sarwono.

Bab keempat bercerita tentang Sarwono yang sakit parah sampai harus dirawat. Pingkan yang kebetulan kembali ke Indonesia, baru tahu keadaan Sarwono dari kakaknya sesudah sampai di Bandara. Ia berniat langsung ke Solo agar bisa bertemu Sarwono.

Bab kelima, puisi.

Alur Mundur Novel Hujan Bulan Juni

Aku sadar kalau ini alur mundur saat selesai membaca novel dan ingat awalnya bagaimana ya? Oh, tenyata awalnya memang bercerita tentang akhir. Ya begitulah alur mundur. Jadi membuatku tertarik untuk membaca bagian awalnya lagi.

Sebenarnya aku kurang suka membaca buku yang Sad Ending. Rasanya seperti menggantung dan akan terjebak dalam kesedihan yang lama setelahnya. Tapi ya menurutku ini tidak terlalu sedih sih, karena kedua tokoh utamanya pintar. Hehe. Mereka bisa selesaikan masalahnya sendiri.

Menurutku buku ini sudah tidak diragukan lagi untuk para pecinta sastra. Apalagi yang sudah membaca buku puisinya. Pasti penasaran. Aku bukanlah orang yang terlalu mendalami sastra. Tapi aku tau jelas bahwa ada nilai-nilai mahal, dan indah dalam sastra. Bagiku menariknya novel ini pertama adalah karena penulisnya yang melegenda. Kedua karena telah banyak karya sebelumnya yang dilahirkan dengan judul yang sama, Hujan Bulan Juni.

Secara keseluruhan novel ini indah. Sejak dilihat dari kejauhan saja sudah indah. Apalagi saat dibuka dan dibaca sampai selesai.

Author

rahmasaf@rahmasafira.com
Hidup adalah anugerah. Kita hanya perlu terus berusaha, berproses dan yakin. Hasil sudah ranahnya Yang Maha Kuasa. Tapi kita sangat boleh berdoa. Jangan lupa kawal doa-doa itu dengan sholawat.

Comments

August 27, 2019 at 2:09 AM

kirain cuma puisi, ternyata ada novelnya. jadi penasaran sih, tapi buku yg sudah dibeli dan belum dibaca masih byk



Saif
August 27, 2019 at 5:48 AM

Pengen baca neh. Jadi penasaran. Teman2 juga membicarakan buku itu.

Tapi saya baru tahu kalau ada versi novelnya. Semoga kecapai. Awal bulan. Heheh



August 28, 2019 at 5:13 AM

Aku belum pernah baca buku ini tapi pernah nonton filmnya. Menyentuh banget. Jadi pengen baca bukunya juga.



August 29, 2019 at 4:19 AM

Dari tiga karya soal Hujan Bulan Juni, aku sudah menikmati ketiganya. Dari puisi, novel, hingga filmnya. Dan aku rasa mereka punya satu tarikan rasa yang sama, diksinya bikin pengin baca ulang, sampai hafal sama kosakatanya.



August 29, 2019 at 6:44 AM

Saya punya bukunya tetapi sudah beberapa tahun belum dibaca. Ini adalah Novel yang ditulis oleh Bapak Maestro Puisi.



August 29, 2019 at 8:14 AM

kayaknya menarik untuk dibaca, jarang banget ada novel yang sukses menarik perhatianku dan menggunakan alur mundur



August 29, 2019 at 1:32 PM

Baru mau baca. Alhamdulillah jadi dapat gambaran ceritanya ^_^



Bagaimana komentarmu? :)

Hello world!

July 28, 2019

Review The Book of Ikigai

August 19, 2019

%d bloggers like this: