Books and Movies

Mamu & Zein – Prahara Cinta

Rahma Safira – Pertama kali membaca novel ini pada tahun 2016. Saat itu sedang mencari buku-buku bacaan di perpustakaan kampus. Kemudian melihat cover yang cukup menarik dan judulnya juga yang tak kalah menarik. Mamu Zein? Apa itu? Nama apakah itu? Aku balik bukunya, kubaca sinopsis di belakangnya, ternyata itu adalah nama milik sepasang kekasih. Ah ya! Aku ingat, aku menjadi lebih tertarik karena melihat siapa penulisnya, tertulis Dr. Mohammad Said Ramadhan Al Buthi. Aku merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya dan memiliki firasat kalau beliau bukan orang sembarangan. Kemudian aku baca biografi singkatnya dibalik buku, ternyata memang bukan orang biasa. Akhirnya aku lanjutkan membaca dia sampai selesai.

Ternyata beberapa lama setelah itu banyak orang mencari buku Mamu – Zein ini. Mereka bilang, tidak bisa menemukan buku itu di manapun. Berhenti cetak atau bagaimana, entahlah. Aku tidak begitu mencari tahu lagi. Tidak terpikirkan untuk punya bukunya sendiri karena aku sudah baca.

Kemudian sekarang dia tiba-tiba muncul di hadapan. Katanya sudah dicetak ulang oleh Gramedia. Entah Gramedia mendapat surat dari siapa hingga akhirnya memunculkan kembali Mamu Zein ke depan banyak orang. Dan inilah dia dengan wujudnya yang baru. Novel yang tidak begitu tebal dengan latar sampul berwarna hitam bertuliskan Mamu Zein dengan tinta putih, ditambah bunga tulip yang kekuningan. Bukan layu, karena kalau layu tentu warnanya cokelat kehitaman. Kalau ini berwarna kuning cantik tapi sayu dengan daun yang hijau tua hampir hitam. Ditambah stempel best seller di depan. Sedangkan di buku sebelumnya adalah terbitan Republikata dengan stempel Internasional Best Seller.

Buku ini cetakan 2019, diterjemahkan oleh tim pernerjemah Alsyami. Tebal buku 160 halaman. Tidak ada yang salah dalam buku ini. Hanya saja terasa kurang lengkap karena tidak tercantum biografi penulis di halaman akhir. Bagiku biografi singkat penulis di halaman akhir sebuah buku itu begitu penting. Untuk memberikan gambaran singkat bagi pembaca dan juga membantu para pembaca bertemu haqqul yaqin pada buku yang dibaca.

Sekilas Tentang Dr. Buthi

Dr Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, adalah seorang Ulama dan pemikir islam yang moderat. Berasal dari Suku Kurdi. Produktif menghasilkan karya-karya sejak usia belia. Novel Mamu Zein ini ia tulis saat usianya belasan tahun.

Beliau adalah sosok ulama Ahlus sunnah wal jama’ah yang membela mazhab 4. Berjalan dengan pemikiran yang tawassuth (di tengah) di antara pemikiran-pemikiran ekstrimis yang bermunculan.

Beliau mengabdikan hidupnya sebagai seorang pembimbing dan dai dengan terus menampilkan sikap zuhud terhadap dunia yang fana. Dr. Buthi memiliki prinsip yang tegas jika memang benar itu adalah benar, tanpa peduli tindakannya nanti akan dicerca dan dimaki orang ataupun sebaliknya.

Pesan-Pesan dari Kisah Mamu Zein

Mamu Zein, ditulis berdasarkan kisah nyata. Simbol kesucian dan kesejatian cinta. Penulisnya ingin menyampaikan pesan-pesan pada banyak orang yang sedang dilanda prahara cinta, bahwa ada saja korban-korban dari api cinta. Bahwa korban-korban itu telah ada sejak dulu, barangkali perihnya melebihi yang dirasakan muda-mudi zaman sekarang. Penulisnya juga ingin mengenalkan dan menambah khazanah simbol-simbol cinta yang dikenal banyak orang. Bahwa simbol pasangan cinta tidak hanya Romeo dan Juliet dari Eropa, ataupun Layla dan Majnun dari Arab. Ada juga kisah Mamu dan Zein, kisah nyata dari Bangsa Kurdi, di dekat Gunung Joudi yang sekarang masuk wilayah Turki.

Gunung Joudi (Mount Cudi) dan Sungai Dajlah (Tigris)
Sumber: Google Maps

Ada beberapa poin pelajaran yang didapat dari kisah ini. Tulisan karya seorang Ulama selalu saja dapat memberikan banyak pelajaran bagi para pembacanya. Mengandung banyak buah hikmah yang bisa dipetik. Karena mereka menulis dengan sepenuh jiwa, ikhlas dan dengan pesan-pesan keilmuan yang tersirat, sehingga tulisannya memiliki ruh.

1. Persahabatan yang Baik Lebih Berharga Dari Apapun.

Allah menganugerahkan Tajudin dan Mamu persaudaraan dan persahabatan yang erat yang jarang terjadi pada persaudaraan atau persahabatan manapun juga. Walaupun Tajudin telah mereguk kenikmatan lebih dulu bersama Siti, dia tidak pernah lupa dengan sahabatnya dan rela berkorban untuknya. Bahkan Zein kemudian terkagum dengan kesetiaan Tajudin pada Mamu.

2. Berharap Pada Allah Akan Berbuah Manis

Berharap pada manusia bisa jadi kecewa. Tapi tidak begitu jika berharap dengan Allah. Pasti selalu berbuah manis. Allah adalah yang menciptakan kita, yang menguasai hati kita, yang Maha Tahu segala terbaik untuk kita. Mamu yang merupakan Juru Tulis Istana merasa bukan siapa-siapa untuk dapat bersanding dengan pencuri hatinya, Zein, salah satu mutiara Jazirah Buton, adik dari Pangeran yang saat itu berkuasa.

Keluarga yang tidak tega melihat keadaan Tajudin dan Mamu mengatur rencana agar Tajudin dan Mamu dapat sembuh dari derita dan dapat meminang wanita yang dicintainya. Rencana pada Tajudin berjalan dengan lancar, tapi tidak begitu dengan Mamu. Lama ia tenggelam dalam pengharapan, berharap Pangeran akan berbelas kasihan dengan keadaannya dan Zein yang sudah begitu menderita. Tapi pangeran dengan egonya tetap tidak mau mempersatukan mereka.

3. Cinta Pada Allah Pasti Akan Mendapat Kenikmatan.

Walau pada prosesnya akan terlihat sangat menderita, tapi bagi yang menjalaninya jika sudah karena Allah semata, akan merasakan nikmat juga. Saat Mamu di penjara, ia kembali tersadar bahwa orang-orang sudah meninggalkan dia dan tidak bisa berharap banyak pada mereka. Satu-satunya tempat dia bisa mengadu hanyalah kepada Allah di penjara yang gelap gulita, pengap dan sendirian. Saat itulah, saat dia sudah memasrahkan semuanya pada Allah, hatinya mendapatkan aliran kekuatan yang baru. Sejak saat itu ia bertekad untuk hanya berharap kepada Allah, dan mencurahkan segenap cinta di hatinya untuk Allah. Begitu juga atas perasaannya terhadap Zein.

4. Jangan Mudah Percaya Berita yang Dibawa Orang Fasik.

Sebenarnya fasik ataupun tidak, lebih baik bagi kita untuk bijak dalam menerima sebuah kabar yang baru datang dari satu sisi. Harus hati-hati dalam menerima berita, apalagi dari berita itu kita akan memutuskan sesuatu. Jangan sampai keputusan yang kita buat merugikan orang lain dan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

Dalam kisah ini, kepercayaan Pangeran terhadap seseorang yang fasik ini juga karena egonya terusik. Saat egonya terganggu, keputusan yang diambil tidak jernih. Bagaimana bisa seorang penguasa yang arif, cerdas dan bijak, dicintai rakyat, tiba-tiba mudah saja mempercayai kabar yang dibawa oleh orang yang sebelumnya ia tahu dengan jelas bahwa orang ini fasik dan penuh dengan sifat-sifat buruk. Kecuali jika itu juga timbul dari ego Sang Pangeran. Sampai-sampai ia juga tidak mengindahkan permintaan dari orang-orang terdekatnya yang kesetiaannya sudah terbukti.

Detik-detik terakhirnya Mamu berkata, “Zein, Kau adalah satu-satunya bukti bagiku. Kau adalah jalan terindah menuju Tuhan.”

Dari sekian  poin-poin hikmah yang dapat kita ambil, sebenarnya aku masih dibingungkan oleh beberapa potong cerita di sini. Kisah tentang cinta yang begitu merasuk dalam jiwa-jiwa para tokohnya, tanpa menceritakan bagaimana batasan cinta itu di hadapan Allah. Tapi kemudian baru di akhirnya diceritakan saat Mamu benar-benar kembali menyerahkan semuanya pada Allah.

Sepertinya di zaman itu hampir sama saja seperti zaman kita sekarang. Kesholehan orangnya, apa yang dirasakan, apa yang dilakukan saat cinta tak sampai. Sehingga perlu waktu juga untuk benar-benar menyerahkan semuanya pada Allah.

Walaupun begitu, memang dalam perjalanan cintanya sejak awal cukup menjaga adab-adab. Dan masih dalam batas kewajaran dalam mengekspresikan cinta. Karena dipengaruhi juga oleh budaya setempat yang memang membatasi pergaulan laki-laki dan perempuan, juga karena kedudukan terhormat dari tokoh-tokoh yang terlibat.

Kalimat pembuka dari Dr. Buthi

Bagi yang didera cinta, ada baiknya segera meneguk cawan-cawan anggur memabukkan dalam buku ini (halah bahasanya ngikutin bukunya 😀 wkwk). Cinta itu anugerah. Merasakannya saja sudah nikmat. Walau tak bisa dipungkiri, pasti kebanyakan juga dilanda rasa ingin memiliki. Tapi ketahuilah cinta sejati adalah cinta yang benar-benar hanya ingin orang yang dicintainya bahagia dan selalu berada dalam bingkai aturan Allah. Jangan sampai cinta kepada makhluk membuat kita lupa cinta pada sang Khalik. Bukan berarti kita tidak boleh menikmati cinta pada Makhluk, tapi cinta pada Makhluk itu seharusnya bisa membuat kita lebih mencintai Sang Khalik. Karena kita bisa merasakan indahnya cinta pada makhluk, juga karena Allah telah menciptakan makhluk itu dan mengizinkan kita mengenal makhluk yang akhirnya kita cintai itu.

Jika begitu, bukankah seharusnya cinta kita lebih besar kepada Allah?

Author

rahmasaf@rahmasafira.com
Hidup adalah anugerah. Kita hanya perlu terus berusaha, berproses dan yakin. Hasil sudah ranahnya Yang Maha Kuasa. Tapi kita sangat boleh berdoa. Jangan lupa kawal doa-doa itu dengan sholawat.

Bagaimana komentarmu? :)

Memenuhi Fitrah

September 20, 2020

%d bloggers like this: