Memenuhi Fitrah
Thoughts

Memenuhi Fitrah

Rahma Safira – Suka heran sama orang yang menganggap pasangannya adalah beban. Padahal jelas-jelas adanya pasangan untuk saling meringankan beban dan saling menopang. Jika ada yang masih merasakan bahwa pasangan adalah beban, lalu mengapa kau ingin berpasangan? (maaf ini hanya untuk yang berpasangan atas keputusannya sendiri ya 😉 ).

Sejatinya orang yang seperti itu mengalami bias tujuan berpasangan. Ia tidak bisa menemukan arti sesungguhnya dalam berpasangan.

Padahal berpasangan adalah gerbang menuju banyaknya pintu-pintu ibadah dibuka. Berpasangan itu semuanya adalah ibadah. Ibadah yang nikmat malah. Biasanya kan kalau ibadah kudu disuruh-suruh aja kan? Walaupun memang dengan berpasangan, kita jadi memiliki tanggung jawab lebih. Tapi bukankah itu sebanding dengan kenikmatan yang kamu dapatkan. Mendapatkan pasangan halal, ketenangan dan juga teman dalam hidup. Asalkan engkau tidak melulu memperturutkan hawa nafsu. Sungguh berpasangan itu adalah sebuah anugerah. Bahkan keajaiban.

Dari dua kemudian tiga, lalu empat!

Apa kamu tidak pernah berpikir bagaimana awalnya kamu wahai pasangan, yang tadinya berdua kemudian menjadi bertiga? Lalu tak lama lagi kemudian bertambah menjadi 4. Atau sekalipun belum jadi 3 (belum lahir gitu ya), walaupun saat masih di dalam perut, kamu sudah bisa merasakan ada yang hidup di dalam perut Istri.

Tidakkah itu ajaib? Ada makhluk hidup di dalam perut istri. Hidup! Ia bernyawa. Apa kamu dan pasanganmu yang memberikan makhluk itu nyawa? Bagaimana caranya? Apa cairan sperma itu bernyawa? Bagiaman mungkin dalam diri laki-laki menghasilkan begitu banyak nyawa? Kemudian saat ia tidak menemukan tempat yang tepat lalu nyawa-nyawa itu akan langsung mati? Maka siapa yang membunuhnya jika begitu? Adakah yang mau bertanggungjawab atas kematiannya?

Laki-laki dan perempuan hanyalah jalan yang membukakan untuk membentuk jasad. Maka proses ini pun bisa dijelaskan ilmiah. Sementara bagaimana dengan nyawa/ ruh? Bukan. Bukan dari suami atau istri. Ruh itu langsung Allah yang memberikan kepada calon bayi itu. Dalam surat Shaad Allah telah berfirman, “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku,” (QS: 38:72)

Lihat? Betapa ajaibnya sebuah pernikahan. Menyatunya dua insan manusia kemudian Allah pun terlibat di dalamnya untuk memberikan yang ketiga. Banyak orang yang menikah salah satunya adalah mengharapkan yang ketiga, empat dan seterusnya itu.

Aku heran bagaimana bisa setiap pasangan tidak berpikir betapa agung, mulia dan sucinya sebuah pernikahan. Sehingga Allah terlibat di dalamnya untuk menghadirkan yang ketiga yang mereka rindukan.

Apa mereka hanya melihat ini sebuah kelaziman saja? Tidakkah mereka tergerak untuk mengetahui lebih dalam bagaimana itu terjadi? Tidak hanya menerima itu sebagai sebuah kelaziman. Ah, sayangnya banyak manusia malas berpikir.

Lalu bagaimana bisa seseorang menganggap pasangannya sebagai beban? Padahal dengan adanya pasangan itu terbuka semua pintu-pintu kebaikan. Darinya, dengan bantuan pasangannya mereka berdua akan melahirkan individu baru yang di dalamnya ada nyawa. Ada keterlibatan Allah di dalamnya. Tidakkah mereka berpikir?

Pasangan adalah pakaian, mengapa harus ada yang disembunyikan?

Itu hanya akan membuatmu sulit. Kau tau pakaian kan? Ia melekat di tubuhmu. Jika engkau bersikeras ingin menyembunyikan suatu hal dari pasanganmu, kau akan kesulitan. Bagaimana menyembunyikan suatu hal dari suatu hal yang sangat dekat seperti pakaian. Energimu akan habis di sana. Memikirkan bagaimana agar dia tidak tahu. Padahal adanya pasangan untuk saling menguatkan dalam menempuh jalan. Sudah tentu jalannya harus sama. Ia pakaianmu! Bagaimana mungkin engkau pergi dan terus berjalan sementara pakaianmu engkau tinggal?

Mengapa harus ada yang disembunyikan. Mengapa tidak saling terbuka? Apa yang salah dengan mengungkapkannya? Kalau kau takut pasanganmu tau, atau orang lain tau maka itu adalah kesalahan. Sudah sifatnya kesalahan, yang menuntut pelakunya menyembunyikan. Pasangan adalah orang yang paling tau dan mengerti dirimu seharusnya. Setiap individu memiliki tanggung  jawab disini untuk membangun keterbukaan.

Berpasangan adalah berkomitmen

Banyak yang berusaha professional dalam bekerja. Tapi tidak peduli jika dalam berkeluarga. Padahal keduanya sama-sama berinteraksi dengan manusia dan sama-sama menuntut tanggung jawab. Bahkan tanggung jawab kepada keluarga bisa jadi lebih besar. Pekerjaan bisa berganti-ganti, tapi berkeluarga apa semudah itu berganti?

Berpasangan adalah berkomitmen untuk saling keras kepala. Keras kepala untuk tidak saling meninggalkan. Memilih untuk bersatu, maka harus berkeras juga untuk teguh pada pilhanmu. Jika tidak, berarti kau memang telah salah dalam memilih. Aku bilang kau. Bukan pasanganmu. Jika sadar ada yang salah, maka yang paling layak disalahkan lebih dulu adalah dirimu. Memilih dia adalah kehendakmu dengan sadar kan? Maka tanggung jawab itu juga ada padamu.

Ini memang butuh kesadaran tinggi. Apalagi jika memiliki tujuan mulia dalam berkeluarga. Tidak hanya membentuk keluarga, punya anak lalu saling membanggakan anak atau pasangan masing-masing walaupun ia salah. Tujuan mulia dalam berkeluarga adalah untuk saling menguatkan dalam beribadah. Itu! Lagipula untuk apa jika itu nyata-nyata malah membuat kita terperosok ke dalam jebakan dunia. Sejak sebelum menikahpun, kita sudah punya tugas untuk beribadah, apa iya dengan menikah tujuan utama untuk beribadah ini jadi sirna? Tentu tidak begitu. Menikah adalah jalan untuk semakin memperbanyak peluang ibadah itu.

Memang menikah itu kompleks, kalau melihat kenyataan sekarang ya. Tulisan ini tidak bisa serta merta kamu baca sambil membandingkannya dengan kehidupan berpasangan yang kamu pahami atau yang kamu temui. Mulai dari latar belakang, tujuan hingga proses di dalamnya. Tidak bisa otomatis disamakan. Tapi setidaknya gambaran di atas adalah salah satunya.

Karena untuk mewujudkan itu semua benar-benar perlu pengendalian diri yang maksimal serta kepasrahan diri yang benar-benar pasrah kepada Allah. Tentu juga dengan harapan-harapan baik yang selalu dipanjatkan hanya pada Allah.

Kembali lagi pada poin, apa tujuanmu berpasangan. Saat tujuan awalnya benar insyaallah ke depan akan lebih mudah jika sudah benar tujuan. Tujuan berpasangan adalah untuk memperbanyak peluang ibadah.

Wkwk. Lama gak nulis keluar-keluar nulis beginian yak. Ya udahlah ya. Mohon maap. Lagi kepikiran ini sih

Mungkin selanjutnya tulisan tentang berpasangan ini akan berlanjut. Mari sama-sama kita lihat, bagaimana selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Ibu Kota saat hujan, September 2020

Author

rahmasaf@rahmasafira.com
Hidup adalah anugerah. Kita hanya perlu terus berusaha, berproses dan yakin. Hasil sudah ranahnya Yang Maha Kuasa. Tapi kita sangat boleh berdoa. Jangan lupa kawal doa-doa itu dengan sholawat.

Bagaimana komentarmu? :)

%d bloggers like this: