
Sekelumit Percakapan Tentang Habib (1)
Rahma Safira – Habib harus nikah sesama habib aja ya?
Hari itu jadwal aku ngaji tuh. Biasanya aku siap-siap lebih awal biar bisa berangkat lebih cepat dan gak telat juga. Eh, ternyata qadarullah hari itu agak telat berangkatnya. Jadi aja agak buru-buru, untung Mang Ojolnya cepet nyampe dan ga pake drama-drama dulu.
Singkat cerita berangkatlah aku memanfaatkan jasa si Mamang Ojol ini buat berangkat ngaji. Ternyata hari itu aku dapat Mamang Ojol yang suka ngebut plus nekad –“ padahal pas jalan licin abis hujan. Banyak-banyaklah aku baca sholawat dan merem melek mata. Eh, ternyata si Mang Ojol ini juga berani buka percakapan. Walau gak banyak, entah mungkin dia termasuk yang berpikir mendalam. Jadi setelah dengar jawaban saya dia diam gak bertanya lagi. Haha. Lebih baik begitu sih. Gak suka banyak-banyak ngobrol juga –“ mending fokus ke jalan, Mang.
Penasaran si Mang Ojol nanya apa? Kurang lebih begini isinya. Anggap S itu Saya, O itu Mang Ojol ya.
O: Mau pulang apa berangkat kerja mbak?
S: Mau ada kajian, Pak.
O: ohh…
Jeda. Agak lama tuh.
Terus dia nyambung lagi…
O: Mbak, kalau habib itu harus nikahnya sesama habib aja ya?
Lah. Kaget aku. Kenapa nanya gitu ke sayaaah 😀 kayaknya dia termasuk yang terpengaruh berita viral nih. Tiba-tiba nanya tentang Habib. Hmm.
S: yaa boleh-boleh aja si Pak. Gak harus yg sesama habibnya. (untung tau jawabannya)
O: tapi katanya berat yaa kalau gak sesama habib?
S: hmm kayaknya nggak, Pak. Bebas terserah habibnya mau nikah sama siapa. Lagian kalau sesama habib aja nanti sedikit habibnya, Pak. (jawaban langsung yang terpikir olehku, lebih jelasnya penjelasan di bawah ya)
O: ….ooo gitu ya.
*selesai*
Saat dapat pertanyaan itu, aku langsung berpikir kalau maksud Mang Ojolnya adalah apakah seorang Habib harus menikah dengan sesama keturunan Rasulullah SAW saja. Bukan Habib (laki-laki) sama Habib (laki-laki) ya. Tapi ternyata respon teman-teman saat aku sampaikan cerita singkat ini, mereka menganggap begitu. Kemudian mereka menanggapi, “Ya gak bisa lah. Habib nikahnya sama Habibah dong.”
Yaa kurang lebih begitulah respon mereka terhadap kalimat itu. Entah kenapa mereka langsung ngeh nya ke sana ya. Aku waktu denger pertanyaan itu dari Mang Ojol langsung ngeh ke maksudnya aja. Malah gak terpikir seperti yang teman-teman aku pikirkan. Jangan-jangan maksud si Mang Ojol gitu juga lagi, maksudnya becanda 😀 Kalau iya, wajarlah dia gak nanggepin lagi jawabanku. Mungkin dia pikir ni orang ga bisa diajak becanda. Haha.
Ya udahlah ya. Mau si Mang Ojol becanda ataupun serius kita lanjut bahas aja.
Pertama, bolehkah Habib menikah dengan selain keturunan Rasulullah SAW? Jawabnya boleh saja. Tetapi sebenarnya Para Habaib (begitu biasa disebut di Indonesia) memiliki kemuliaan nasab yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Mereka memiliki hak untuk menjaga kemuliaan itu dengan menjaga ketersambungan nasabnya. Nasab itu akan dibawa oleh laki-laki. Inget kalau nama Habib suka ada “bin” nya kan? Nah, bin itu dinisbahkan ke orang tua laki-laki. (kecuali dari Sayyidatuna Fatimah Az Zahra ya, itu tetap tersambung dengan Nabi SAW).
Jadi sebenarnya jika seorang Habib menikah dengan Syarifah (sebutan yang lazim di Indonesia untuk keturunan Rasulullah SAW yang perempuan) maka keturunannya jelas akan mendapat nasab ke Rasulullah SAW. Jika Habib menikah dengan perempuan biasa yang tidak memiliki nasab ke Rasulullah SAW, maka keturunannya akan tetap mendapat ketersambungan nasab, karena ya itu tadi, nasab itu didapat dari laki-laki. Kalau seorang Syarifah menikah dengan laki-laki biasa yang bukan keturunan Rasulullah SAW, maka anak keturunannya tidak mendapatkan ketersambungan nasab tersebut. Tetapi dia memiliki kemuliaan dari ibunya yang seorang Syarifah. Kalau ingin lebih jelas bisa lihat langsung video singkat penjelasannya di sini.
Jadi aku bilang begitulah ke Mang Ojol. Boleh aja Habib nikah sama wanita selain keturunan Rasulullah SAW. Habib lebih leluasa memilih pasangan dengan tetap menjaga kesambungan nasab keturunannya ke Rasulullah SAW karena memang dia yang akan membawa nasab itu. Kalau Syarifahnya, sebenarnya boleh saja menikah dengan laki-laki biasa, tapi mereka punya hak menjaga ketersambungan nasab keturunannya ke Rasulullah SAW.
Terus aku baru keingetan, bahkan ada juga kan Habib yang nikah sama artis. Kenapa dia kepikiran gitu ya? Seolah ada gap antara habib dengan yg bukan habib. Memang ada hal kufu’/ kesetaraan di sana, tapi kalau untuk laki-laki (Habib) bisa dibilang lebih fleksibel sepertinya, karena dia yang akan menurunkan nasab pada keturunannya.
Lagi pula kalau dibatasi nikah sesama habib aja, nanti malah persebaran habibnya jadi terbatas 😅 dan lebih parahnya lagi aku jadi gak punya kesempatan dong? Dalam rangka menyelamatkan anak keturunanku. Wkwk. Skip.
Kedua, jadi Habibah atau syarifah? Kayaknya kalau bahas ini panjang. Aku sampaikan yang di Indonesia aja dulu (lebih tepatnya yang ada di sekeliling aku sih). Lazimnya yang laki-laki disebut Habib. Tapi yang perempuan disebut Syarifah. Aku pas tau awalnya juga heran. Kok yang laki-laki Habib tapi yang perempuannya Syarifah ya? Ya begitulah entah gimana awalnya di Indonesia penyebutannya jadi begitu. Kabarnya kalau di Arab nggak begitu. Pasangannya Syarif itu Syarifah, dan Sayyid dengan Sayyidah. Nah loh, apa lagi tuh Sayyid? Iya udah cari sendiri aja yak. Wkwk.
Begitulah. Kurang lebih sekelumit kisah perhabiban ini. Semoga bermanfaat. Mohon maaf kalau kurang puas. Memang sengaja, biar cari sendiri sumbernya 😀
Semoga yang baca ini dikaruniai kesehatan lahir dan batin ya.